loading...
loading...
loading...
Melihat banyaknya kegiatan pendakian gunung dan munculnya pendaki-pendaki bak jamur di tempat yang lembab, membuat gue berpikir semakin dalam. Berpikir lebih serius. Dan akhirnya menjadi gila karena otak gue gak cocok buat mikir yang berat-berat.
But, mau gak mau gue mikir karena 'tergelitik' soal motivasi orang-orang yang dengan ikhlas menceburkan dirinya sendiri ke dunia yang penuh penderitaan pribadi. Termasuk gue sendiri anyway.
Kenapa gue bilang mendaki gunung itu adalah dunia yang penuh penderitaan pribadi adalah karena hal-hal ini:
- Mendaki sebuah gunung memerlukan persiapan yang mumpuni baik dari segi fisik, peralatan, uang, sampai mental. Persiapan-persiapan ini wajib diperhatikan mengingat kita bakalan menghadapi sesuatu yang belum pernah kita hadapi sebelumnya, bukan hal yang bisa kita temukan sehari-hari. Hal ini bakalan cukup membuat orang menderita, terutama kalau kita gak tebiasa mengorganize sesuatu yang cukup kompleks.
- Beratnya beban yang harus dibawa oleh perorangan bisa dibilang jadi momok banyak pendaki. Fisik yang lemah, terutama, bakal sering banget mengeluhkan punggungnya yang kesakitan, leher yang cengeng--anu, itu lho yang buat nengok sakit--, pinggang yang rontok, pantat kayak ambeien, semua karena manggul keril yang beratnya bisa mencapai 30kg. Tergantung bawaan pribadi sik. Belum lagi kalau ketambahan temen yang gak kuat bawa dan mau gak mau kita bawaain barangnya.
Kalau boleh sih bawaannya pengen nabok mukanya pake keril, tapi kan gak mungkin.
Jadilah penderitaan kita dobel-dobel.
Selamat menikmati.
- Medan gunung yang berat adalah faktor utama penderitaan kita. Gak usah muluk-muluk sampai puncak, jalan dari pos satu sampai pos dua aja napas biasanya udah kembang kempis, kaki kemeng, hati mencelos, jiwa amburadul, muka berantakan, dan bernapas udah mulai dari kuping. Ya keleus. Serem amat. Oiya, medan gunung juga biasanya menjadi salah satu faktor terbesar kematian para pendaki. Bisa kepleset masuk jurang, bisa kecapean, bisa ketiban batu, banyak. Udah siap menderita dan menggadaikan nyawa sampai segitunya?
- Susah bangun pagi? Jangan harap bisa mendapatkan kemewahannya bangun siang kalau kamu memutuskan untuk mendaki gunung, terutama di weekend. Bukan apa-apa, seringnya, untuk mengejar ketepatan waktu tempuh sampai puncak atau bahkan sampai rumah lagi, kita butuh bangun pagi. Bangun paginya bukan yang jam 6 pagi lho, itu mah udah kesiangan. Bangun paginya itu jam 1, jam 2, kadang malah gak tidur. Istirahatnya kapan? Wallohuallam. Terutama kalau ngejar sunrise biasanya kita wajib bangun pagi. Tapi gak wajib juga sik, terserah kamu mau dapet sunrise apa kagak. Tapi sayang aja kan udah jauh-jauh dan menderita malah gak dapet sunrise?
- Nahan kencing, kencing di botol, nahan boker, boker di semak semak, ngaduk tanah, nimbun eeque sendiri, ngelap anuan pake tissue basah, kalo lupa bawa kadang pake daun. malahan ada temennya temen gue yang super rich-guy pas boker lupa bawa tisu basah dan di tasnya cuma ada roti sobek, dia elap anuannya pake roti sobek. Gue cuma berdoa semoga gak ada kelaperan dan nemuin roti lapis tai tersebut.
Duh, bayanginnya jhijhique sendiri!
- Dan masih banyak lain sebagainya lagi.
Buat gue pribadi, kenapa gue masih dan mungkin akan terus berada di dunia penderitaan pribadi ini, selain koleksi foto profil makin banyak, bahan buat nulis makin gemuk, adalah karena gue merasa mendapatkan 'sesuatu' dari setiap pendakian gue. Sesuatunya apa, adalah hal yang gak bisa gue jabarkan dengan kata-kata.
Kalau kamu, kenapa?
loading...
0 Komentar Mendaki Gunung: Memasuki Dunia Penderitaan Pribadi
Post a Comment
Kamu Familia dari mana ?