Ganteng Ganteng Pendaki Galau Season 3: Karena Hatimu Berubah dan Aku Tidak - NDX AKA MUSIC -->

NDX AKA MUSIC

NDX AKA MUSIC : SATU NDX SEJUTA FAMILIA

Ganteng Ganteng Pendaki Galau Season 3: Karena Hatimu Berubah dan Aku Tidak

loading...
loading...
loading...

Pedihnya tanya yang tak terjawab
Mampu menjatuhkanku yang dikira tegar
Kau tepikan aku, kau renggut mimpi
Yang dulu kita ukir bersama
Seolah aku tak pernah jadi bagian besar dalam hari-harimu

Aku menghirup udara pagi ini di ketinggian ketinggian 3.019 mdpl. Ditemani sayup-sayup suara merdu Raisa. Lagu galau sih, tapi ah, Mandalawangi, Gunung Pangrango, selalu membuatku kembali. Aku menghirup udara sumber kehidupan ini lagi. Dan lagi. Seakan paru-paruku tak mampu menyimpan oksigen. Meski akhirnya, kuhela tanpa jeda.

Satu dari sekian tanya yang menjejali kepalaku belakangan ini. Kenapa? Mengapa?

Sama saja.

Mencintaimu, entahlah, sungguh menyakitkan hati...

***

"Bisma, kamu pertahanin aku ya." Pesan singkat Sinta, kekasih yang telah menemaniku 2 tahun belakangan ini.

"Hah?" Jawabku.

"Ih, anjeun mah bego." Lanjutnya.

"Nyet, tentu aja akan kupertahankan. Kamu gimana sih, bentar lagi kan kita tunangan!"

"Iya, di sini banyak godaan, ay. Banyak yang lebih ganteng dari kamu." Balasnya.

"Ih si anying. Yang lebih ganteng dari aing mah jelas banyak. Aing mah apa atuh, ibarat sendal, kastanya swallow. Kasta terendah. Lagian situ kalau cantik jangan keterlaluan, sih. Makanya banyak yang godain."

"Meni garing lu. Tapi Sinta mah maunya sama kamu aja. Gak ada orang yang sebaik kamu. Aku beruntung punya kamu. Abdi teh sayang sama kamu..."

"Jika baikku saja tak cukup untukmu, Sinta. Kamu pasti akan tergoda mereka yang lebih segalanya dariku. Semua kembali ke kamu, sayangnya aku wuwuwuwuw..."

"Sok bijak ih geleuh najis bye. Hahaha..."

"Hehehe"

Ah, Sinta. Siapa yang gak tergoda untuk memilikimu. Kamu sempurna. Tiada cela. Wajah rupawan. Putih berseri. Rambut tergerai indah. Kayak di iklan-iklan sampoo. Bodi semampai. Cocok jadi pegawai bank.

Eh, kamu emang akhirnya jadi pegawai bank, ding. Temen-temen kantormu memang ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Namanya juga pegawai bank. Kalau muka kayak aku mah, baru masukin CV aja udah pasti ditolak. Siapa mas-mas yang selalu kamu sebut itu? Mas Febri?

Ah iya, kamu selalu bilang dia lucu. Aku cemburu.

Bagiku kamu juga lucu. Bagiku kamu segalanya, kok. Semua pria juga setuju padaku. Jadi, pria mana yang gak menginginkanmu?

Aku?

Cuma pegawai kantoran biasa yang gak punya kemampuan apa-apa. Jauh dari kata ganteng. Lebih dekat dengan dekil. Hobiku cuma naik gunung. Ah gitu-gitu, pertama ketemu, kamu juga ingin naik gunung bersamaku, kan?

Romantis, katamu.

Dan akhirnya kita bersama-sama menjelajah Gunung Rinjani. Tempat dimana kamu dan aku. Menjadi sepasang kekasih paling bahagia sekaligus capek di dunia. Oh kamu masih ingat kan, berapa kali kamu mengeluh soal Bukit Penyesalan? Dan terus-terusan bilang kalau emang nyesel lewat bukit itu. Ahaha, tapi kamu kuat juga kok! Aku suka menghabiskan waktu di gunung bersamamu.

Awalnya, aku saja tak percaya bisa mendapatkanmu. Perhatianmu. Hatimu. Cuma karena aku humoris. Cuma karena aku bisa membuatmu tertawa dan bahagia. Cuma karena aku bisa membuatmu lupa masa lalu yang menyakitimu. Lalu kamu bilang aku orang terbaik yang pernah kamu temukan dalam hidupmu.

Aku tersanjung, tentu.

Aku, yang tak rupawan ini. Tak punya apa-apa selain perasaan tulus menyayangimu, yang ingin selalu melihat senyum terbaikmu, bagai tertimpa segepok uang, lalu jadi kaya raya. Aku gak mau tertimpa durian runtuh, keleus, pasti sakit. Kalau langsung mati mending, kalau cacat doang kan sedih bet. Lagian siapa sih yang bikin perumpamaan seserem itu?

Eh, fokus, Bisma!

***

Kau tepikan aku, kau renggut mimpi
Yang dulu kita ukir bersama
Seolah aku tak pernah jadi bagian besar dalam hari-harimu
Seolah janji dan kata-kata yang telah terucap kehilangan arti

"Hey, sayang! Jadi, nanti aku jemput jam berapa?"

Seminggu gak ketemu, aku sungguh rindu padamu. Gak sabar rasanya buat menghabiskan waktu bareng lagi. Ihiy!

"Gak tau."

"Lho, weekend kan jatahnya kita pacaran atuh...."

"Aing tuh capek kerja seminggu. Masih mau tidur, tau gak! Ntar juga ketemu! Ribet amat!"

Apakah kamu lupa, bukan kamu saja yang bekerja?

"Oh okay, maaf... Ntar kabarin ya?"

"Y"

Aku gak tau sejak kapan kita mulai saling berteriak satu sama lain. Soal hal-hal kecil pun. Over and over again. 

Aku ingat saat sedang bersamamu, kamu tiba-tiba hilang mood. Karena kamu ingat besok adalah hari Senin. Ah iya, mungkin kamu lupa, tapi wajah cantikmu seketika berubah begitu saja. Kamu memberikanku wajah yang itu-itu lagi. Membuatku cemas, membuatku bingung, membuatku memeras otak, bagaimana agar kamu senang lagi.

Aku juga ingat. Saat kamu marah padaku karena kamu bangun kesiangan. Lalu seharian kamu mendiamkanku, seolah itu semua adalah kesalahanku. Padahal aku sudah berusaha menelponmu, tapi dasar kebo, kamu gak bangun-bangun juga. Kamu bilang, "Maneh bangunin aku sampai bangun dong! Aku jadi kesiangan!"

Oh ya, it was my fault. Again.

Saat aku pulang kantor dan mampir ke sebuah mall bersama teman-teman kantorku. Tanpa memberitahumu dulu. Khilafku memang. Kemudian kamu murka. Bak ratu medusa. Kamu menyihirku jadi batu. Tak lagi menghubungiku. Selama dua minggu. Ah taukah kamu betapa aku juga marah, frustrasi, sekaligus merasa bersalah saat itu?

Oh tapi aku lalu ingat, meredakan egoku sendiri, aku membelikan pakaian yang kamu inginkan saat itu. Sebagai permintaan maaf. Kamu bahagia. Aku kembali lega. Lalu kemudian, mood-mu kembali memburuk. Kenapa? Aku gak pernah tau. Kamu memilih diam. Mendiamkanku.

Ya, aku korban ratu medusa.

Aku jadi batu, setiap kamu melemparkan bad mood padaku. Oh, ya, batu gak punya perasaan sih. Tapi aku, hatiku perih sepanjang waktu.

Tapi lagi-lagi aku mengalah. Aku selalu ingat masa-masa kita berbahagia. Membuatku bertahan. Lagipula, kamu yang memintaku mempertahankanmu, kan?

Saat kamu masih memelukku mesra di atas motor kesayanganku dan berkata;  "Ahh nyaman. Aku sayang kamu. Aku mau sama kamu selamanya. Sama kamu aja."

Hati lelaki mana yang tak meleleh dan bangga? Mendengar orang kesayangannya, berbicara manis manja.

Saat kamu selalu excited akan segera bertemu denganku. Tanpa pernah berhenti mengirimiku emot cium alay kesukaanmu. Aku juga alay sih, kita memang sepasang alay yang berusaha bahagia bersama, bukan?

Kemudian kamu mulai berubah. Hatimu mulai berubah. Tapi aku tidak.

Separuh harga diriku sebagai lelaki terluka. Tapi separuhnya lagi, aku rela menjadi apa saja asal kamu tetap bahagia.

***

Tatap matamu terasa berbeda
Buatku bertanya-tanya
Tutur katamu sedikit terbata-bata
Ada apa?

"Jadi yang, sampai kapan komunikasi kita akan begini?"

Tanyaku. Setelah lebih dari sebulan komunikasi kita gak berjalan dengan baik. Ah ya, kamu masih selalu bad mood padaku, entah dengan alasan apa.

"Gak tau. Aku capek." Jawabmu. Singkat. Padat. Ketus. Ingatkah kamu aku adalah orang yang mencintaimu?

"Hmm.. ya udah, sayang maunya gimana? Kita ketemu yuk, makan enak!"

Biasanya, makan enak adalah senjata terbaikku. Kamu suka makan enak. Aku juga. Ah, aku jadi ingat kita selalu menikmati mie aceh kesukaanmu. Atau steak ayam favoritku. Menghabiskan waktu dengan bahagia. Meski nantinya, kamu akan bete lagi karena berat badanmu naik. Dan aku, cuma mentertawakanmu. Atau mengajakmu lari. Ah, berat badanmu bukan alasanku mencintaimu, kan?

"Gak mau."

"Hmm... gak mau ketemu apa gak mau makan?"

"Gak mau keduanya. Kita putus aja ya?"

BLARRRRR!

"Hah? Maksudnya, yang? Salahku apa?"

Deg. Hatiku pedih sekali. Aku gak menyangka ini akan terjadi. Gak menyangka kamu akan setega ini. Setelah semua yang aku lakukan? Setelah kamu memintaku mempertahankanmu?

Katamu, aku adalah orang terbaik yang pernah kamu temukan dalam hidupmu. Gak ada lagi.

"Kamu gak salah. Aku cuma mau ruang sendiri. Aku mau fokus kerja. Fokus berkarir. Capek."

Kerja? Capek? Selalu itu alasanmu buatku. Tiap pagi kamu chat aku hanya bilang, "Aku otw kantor." Lalu gak ada lagi obrolan, meski kamu sedang istirahat makan siang. Malamnya, kamu chat hanya bilang: "Aku sudah sampe rumah. Mau langsung tidur, capek." Dan hari demi hari, terlewati begitu saja.

Anyway, kamu ingat gak, aku juga kerja? Aku masih sempat menanyakan kamu. Aku gak pernah berhenti memikirkanmu. Waktumu berharga. Waktuku juga. Tapi, kamu prioritasku. Aku berikan segalanya buat kamu.

"Tapi, aku sayang kamu..." Kataku. Pathetic. Oh, i even lose my pride, too.

"Gak tau. Aku udah gak ada rasa sama kamu...."

***

Bersambung ke GGPG Season 3 Part 2.

Disclaimer:

Seperti yang ada di sinetron-sinetron, cerita ini hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, lokasi, dan jalan cerita yang banyak dramanya, tentu aja karena disengaja. Apabila ada kejadian yang dirasa sama, jangan tersinggung, bukan berarti saya sedang nyinyirin anda, bisa jadi nasib kita sama.

Tengs.
loading...
CLICK HERE

0 Komentar Ganteng Ganteng Pendaki Galau Season 3: Karena Hatimu Berubah dan Aku Tidak

Post a Comment

Kamu Familia dari mana ?

Back To Top