loading...
loading...
loading...
"Argopuro sebenernya sudah siap menerima kalian gak kembali...."
Bagai pisau yang dihunus tepat di jantung hati, kata-kata Pak Sis, tapi doi bukan sis-sis online shop instagram, dia petugas Argopuro pintu pendakian Baderan, bener-bener mendebarkan dada gue. Mostly.
Menohok. Sekaligus menyadarkan, bahwa pendakian gue kali ini, lagi-lagi, bukan pendakian main-main.
"Nah, sudah siap belum mentalnya? Kalau belum, mendingan balik lagi, nyari gunung yang entengan, Arjuno Welirang, misalnya...." lanjut Pak Sis.
Gue. Sandy. Nophe. Menghela napas panjang dan mulai membayangkan apa yang akan kami hadapi, 5 hari ke depan nanti.
***
"Ah elu, jalanin gini aja capek, gimana jalanin cinta...." celetuk Sandy. Di tengah-tengah jalanan berbatu Jalur Makadam.
"Ih, Sandy...." sambut Nophe sambil meringis-ringis bahagia.
"Tai kuda lu berdua. Bye!"
Bisa bayangin, kan, gimana muka nyinyir gue nanggepin kelakuan anak-anak setan ini?
Pendakian Argopuro adalah pendakian ambisius dua anak Jalan Pendaki yang menjadi wisudawan baru-baru ini. Dengan dalih taruhan dan tetek bengeknya, Sandy dan Nophe merencanakan pendakian ke Gunung Aropuro, gunung dengan trek terpanjang se-Jawa ini, jauh-jauh hari. Padahal mah, kayaknya mereka pengen aja bisa ngabisin waktu bareng berdua. Cih!
Lalu, mereka mengadakan audisi siapa aja yang mau ikut pendakian Argopuro ini. Kenapa ada gue?
Karena kesian sama rengekannya Nophe dan Sandy, akhirnya gue iyain ajakan mereka. Selain itu, misi gue dari awal tahun 2014 adalah mendaki gunung-gunung yang belum pernah gue daki tahun-tahun sebelumnya, jadi ya, mumpung ada kesempatan dan boleh dapat cuti, gue ambil aja.
Awalnya, team kami dari formasi bertiga, bertambah jadi berlima, nambah lagi jadi bertujuh, sampe akhinya balik lagi jadi bertiga. Ah, emang udah suratan takdir, fix gue jadi obat nyamuk bakar.
"Eh, break dulu ya!"
Mata gue melebar ngeliat ada pinggiran kali kecil yang bisa diduduki tanpa ngelepas keril gue yang super berat ini. Ada kali ini mah 35kg.
"Lho, masih ada sinyal?" tanya gue pada Sandy yang masih asik ketak ketik BB Gemininya.
"Masih, bang, buat SMS doang mah. Bokap gue, ini naik gunung pertama gue ke luar PaGuCi. mayan khawatir. Jadi gue SMS aja..." terang Sandy.
Angin berhembus lirih. Yaelah lirih, dikata lagu keleus ah. Intinya, tiba-tiba ada angin. Ngeliat jalur yang makin nanjak, awan yang makin menghitam, rombongan yang kayaknya cuma kami bertiga aja, tiba-tiba bikin gue sentimentil. Apalagi inget kata-kata Pak Sis tadi. Orang mau mendaki malah ditakut-takutin. Yang banyak setan lah, yang banyak nyasar lah, yang masih asli banget jadi jalurnya gak jelas lah.
"Argopuro sebenernya sudah siap menerima kalian gak kembali...."
Bergidik kalau inget-inget itu lagi. Tapi, apapun kondisinya, gue merasa kudu siap. Meskipun gak siap. Ya mau gimana lagi, lha wong udah di track pendakian gitu. Didorong cuaca yang mendukung buat sentimentil, akhirnya gue terpacu buat ikut-ikutan SMS temen-temen terdekat, jajaran ketua Jalan Pendaki, dan anak kantor, intinya minta doa.
SMS nyokap juga, yang mana gue jarang sekali SMS nyokap kalau mau manjat-manjat, ya lagi-lagi minta doa, meskipun endingnya, entah kenapa terlontar kata-kata:
"Ikhlasin aku kalo kenapa-kenapa ya, Bu."
Asli, gue gak ada ngerasa lebay-lebaynya nge-SMS nyokap begituan, mengingat apapun bisa terjadi pada kami bertiga saat itu....
***
Bagai pisau yang dihunus tepat di jantung hati, kata-kata Pak Sis, tapi doi bukan sis-sis online shop instagram, dia petugas Argopuro pintu pendakian Baderan, bener-bener mendebarkan dada gue. Mostly.
Menohok. Sekaligus menyadarkan, bahwa pendakian gue kali ini, lagi-lagi, bukan pendakian main-main.
"Nah, sudah siap belum mentalnya? Kalau belum, mendingan balik lagi, nyari gunung yang entengan, Arjuno Welirang, misalnya...." lanjut Pak Sis.
Gue. Sandy. Nophe. Menghela napas panjang dan mulai membayangkan apa yang akan kami hadapi, 5 hari ke depan nanti.
***
"Ah elu, jalanin gini aja capek, gimana jalanin cinta...." celetuk Sandy. Di tengah-tengah jalanan berbatu Jalur Makadam.
"Ih, Sandy...." sambut Nophe sambil meringis-ringis bahagia.
"Tai kuda lu berdua. Bye!"
Bisa bayangin, kan, gimana muka nyinyir gue nanggepin kelakuan anak-anak setan ini?
Pendakian Argopuro adalah pendakian ambisius dua anak Jalan Pendaki yang menjadi wisudawan baru-baru ini. Dengan dalih taruhan dan tetek bengeknya, Sandy dan Nophe merencanakan pendakian ke Gunung Aropuro, gunung dengan trek terpanjang se-Jawa ini, jauh-jauh hari. Padahal mah, kayaknya mereka pengen aja bisa ngabisin waktu bareng berdua. Cih!
Lalu, mereka mengadakan audisi siapa aja yang mau ikut pendakian Argopuro ini. Kenapa ada gue?
Karena kesian sama rengekannya Nophe dan Sandy, akhirnya gue iyain ajakan mereka. Selain itu, misi gue dari awal tahun 2014 adalah mendaki gunung-gunung yang belum pernah gue daki tahun-tahun sebelumnya, jadi ya, mumpung ada kesempatan dan boleh dapat cuti, gue ambil aja.
Awalnya, team kami dari formasi bertiga, bertambah jadi berlima, nambah lagi jadi bertujuh, sampe akhinya balik lagi jadi bertiga. Ah, emang udah suratan takdir, fix gue jadi obat nyamuk bakar.
"Eh, break dulu ya!"
Mata gue melebar ngeliat ada pinggiran kali kecil yang bisa diduduki tanpa ngelepas keril gue yang super berat ini. Ada kali ini mah 35kg.
"Lho, masih ada sinyal?" tanya gue pada Sandy yang masih asik ketak ketik BB Gemininya.
"Masih, bang, buat SMS doang mah. Bokap gue, ini naik gunung pertama gue ke luar PaGuCi. mayan khawatir. Jadi gue SMS aja..." terang Sandy.
Angin berhembus lirih. Yaelah lirih, dikata lagu keleus ah. Intinya, tiba-tiba ada angin. Ngeliat jalur yang makin nanjak, awan yang makin menghitam, rombongan yang kayaknya cuma kami bertiga aja, tiba-tiba bikin gue sentimentil. Apalagi inget kata-kata Pak Sis tadi. Orang mau mendaki malah ditakut-takutin. Yang banyak setan lah, yang banyak nyasar lah, yang masih asli banget jadi jalurnya gak jelas lah.
"Argopuro sebenernya sudah siap menerima kalian gak kembali...."
Bergidik kalau inget-inget itu lagi. Tapi, apapun kondisinya, gue merasa kudu siap. Meskipun gak siap. Ya mau gimana lagi, lha wong udah di track pendakian gitu. Didorong cuaca yang mendukung buat sentimentil, akhirnya gue terpacu buat ikut-ikutan SMS temen-temen terdekat, jajaran ketua Jalan Pendaki, dan anak kantor, intinya minta doa.
SMS nyokap juga, yang mana gue jarang sekali SMS nyokap kalau mau manjat-manjat, ya lagi-lagi minta doa, meskipun endingnya, entah kenapa terlontar kata-kata:
"Ikhlasin aku kalo kenapa-kenapa ya, Bu."
Asli, gue gak ada ngerasa lebay-lebaynya nge-SMS nyokap begituan, mengingat apapun bisa terjadi pada kami bertiga saat itu....
***
"Gini banget nih, jalurnya?"
".....tailah landai-landai!" dengus gue kesel karena jalur awal pendakian Argopuro aja udah bikin ngap-ngapan.
Pak Sis bilang:
"Kalian naik Argopuro itu, gak kayak naik gunung deh! Namanya juga Suaka Margasatwa, jalanannya landai! Pokoknya tau-tau gak berasa udah sampai puncak aja. Puncaknya juga gitu-gitu doang..."
Tanpa mengurangi rasa hormat, gue pengen banget cabutin kumisnya si bapak satu itu. Sumpah, GMZ, KZL, KZLK, jadi satu kalo ngebandingin omongannya si bapak sama kenyataan yang lagi kami hadapi. Jalurnya bikin kepayahan! Entah karena beban kami yang kebanyakan atau emang jalurnya yang ajib. Aslinya sih ini jalur gak vertikal-vertikal amat. .......Tapi, bikin napas cepet banget abis. Bikin lemes.
Gue masih berspekulasi, kemungkinan, jalur yang demikian biasa, menjadi jalur dewa yang jadi segitu berat banget kami tempuh, karena beban kami yang overload. Yap, masing-masing dari kami bawa keril yang gak nanggung-nanggung. Gue bawa 55+10L, Sandy 65+10L, Nophe 50+5L. Itu pun sarat muatan. Itu pun masih dibela-belain ada barang yang ditenteng, ada yang nyelip di raincover pula, ada yang dicantel-cantelin di keril. Gak paham juga sih, menggunung 5 hari 4 malem, bawaannya udah kayak mau hajatan di gunung. Ya mau gimana lagi kan, trekk gunung terpanjang se-Jawa kan gak boleh diremehin gitu aja, ya gak?
Oiya, belum lagi kami masing-masing kurang tidur. Perjalanan Sandy-Nophe berbelas jam non-stop naik kereta, gue yag tengah malem naik pesawat, trus dilanjut bis, sampai di Besuki pagi buta, ya gitu lah jadinya.
Dan jalur berbatu yang disebut Makadam ini emang.... SHIT LAH GAK ABIS-ABIS AKU CAPEK, NYETTTT!
***
"San, solat dulu...." kata Nophe ngingetin Sandy.
"Oh.. jadi Sandy doang nih yang diingetin solat?" nyinyir gue ke Nophe.
"Ya udah sik bang, jadi obat nyamuk tuh yang baik napah..." bales Nophe lebih pedes. Rasanya gue pengen tayamum pake udara lagi. NOPHE JAHAT!
Sandy cekikikan.
"Ya udah gue ikutan solat aja deh. Ini gimana nih solatnya dijamak qoshor?"
"Iya bang...."
"Ya udah, gue duluan yang solat. Fotoin ya!"
Dan, tentu saja pahala niat baik gue mau solat, segera hilang berganti menjadi dosa karena riya.
***
Hari semakin beranjak sore. Waktu demi waktu udah kami lewati. Jalur Makadam asyu itu juga udah berhasil dilewati, yang ada saat ini cuma jalur tanah liat di dalem semak belukar hutan. Mana jalurnya adalah jalur motor pula. Jadi kebanyang dong, jalur pendakian ada celah sempit bekas ban motor. Mana ujan. Jalanan jadi makin sempit. Pas gue udah mulai ngambil senter dan melangkah sangat hati-hati, tiba-tiba....
"WEIT! WAKKKKK!"
Gue kepleset jungkir balik. Badan kotor semua. Tangan penuh tanah liat. Warna senter udah jadi warna tanah. Untung Sandy sama Nophe lagi beriringan di belakang jadi gue jatohnya gak keliatan banget. Pas gue nengok belakang....
BRAK BRAKK BRUKKK BRUKK!!
"San! Wahahahahahaha!"
"Gapapa lau?"
".....mulut gue tanah semua!!!!"
"WAHAHAHHAHHA"
Ternyata Sandy juga gelundungan di tanjakan tanah liat sialan ini. Maghrib-maghrib, jumpalitan, gegoleran di tanah, kotor, basah, tujuan utama, tempat camp pertama, Mata Air Satu, masih belum keliatan batang hidungnya. Hiburan banget sih pada gelindingan tadi. Sakit kagak, malu kagak, kotor doang.
Aku lelah, ingin pulang.....
"Bang... kalo nanti ketemu tempat lapang dikit, apa kita camp disitu aja ya?" saran Nophe. Udah keliatan banget kelelahan. Gue juga sik.
"Kita kayaknya udah jalan 3 jam-an ini dari Makadam. kalau menurut peta kan Makadam-Mata Air Satu, cuma satu 2.5 jam. Ya kalo dikali 2x lipatnya ya.... berarti dua jam lagi sampe lah. Semangat aja kita. Lagian masih sore inih...." ujar gue menyemangati. Tapi liat muka Nophe-Sandy seneb begitu, sebagai bapak yang baik, entah kenapa gue sedih juga sih.
"Gila, itu 2.5 jam kaki dewa kali ya yang bikin peta...." komen Sandy. Mukanya penuh tanah.
"Yah, mau gimana lagi, gue rasa sih kita nge-drop banget karena kurang tidur... Keril kita juga berat banget anjir... Yoklah berangkat, keburu malem..."
Yang gue gak habis pikir, ini jalur Argopuro emang ajibnya bukan main. Kalau di gunung mana-mana meskipun di tengah hutan, kita bakalan nemuin at least, spot lumayan buat ngecamp barang setenda dua tenda. Lha ini, jalurrnya bener-bener di hutan sehutan-hutannya. Cuma setapakan tanjakan aja buat lewat. Kanan kiri masih hutan. Gak salah kalau Pak Sis bilang, jalan malem agak riskan. Selain you-know-apalah kalo tengah malem pada bermunculan, karena ini Suaka Margasatwa, jadi ya... binatang buas masih ada dimana-mana. Babi hutan, misalnya.
Lho, ada....
"Gengs! Mau nge-camp sini aja gak?" teriak gue begitu ngeliat sehamparan tanah lapang yang cukup buat satu tenda. Padahal baru jalan 5 menit.
Sandy-Nophe berpandangan.
Iya, baru 5 menit lalu gue nyemangatin mereka. Iya, gue gagal jadi motivator. Bhay!
***
Bersambung ke Diary Pendakian Gunung Argopuro 2
loading...
0 Komentar Diary Pendakian Gunung Argopuro 1: Expedisi Obat Nyamuk
Post a Comment
Kamu Familia dari mana ?