loading...
loading...
loading...
*diiringi lagu Terima Kasih Karena Kau Mencintaiku - The Rain
*nyanyi sambil nangis
*di bawah hujan kota Garut
*di Papandayan ding tepatnya
Mungkin, foto gue di atas adalah foto yang paling tepat mewakili perasaan gue akhir-akhir ini. Pusing. Puyeng. Kepala rasanya mau petjah. Kenapa?
Sebagai orang di belakang Jalan Pendaki, baik blog, website, komunitas, JLNPNKI merchandise, Japen Camp, Open Trip, gue memikirkan begitu banyak ideas yang lancar sekali muncul kayak eeque di pagi hari setelah malam harinya makan buah pepaya california seharga 5000-an yang beli di jalanan Lenteng Agung. Gue musti nulis blog tiap minggunya, musti liat deadline anak JapenMagz, musti bikin design terbaru JLNPNDKI, musti ngurusin anak Japen Komunitas yang pada berantem, mesti promo sana sini. Dalam sekejap, populasi uban gue meningkat drastis.
Belum lagi, sebagai karyawan kantoran kelas ngehe gaji pas-pasan yang biasa disebut juga sebagai cung-pret alias kacung kampret ini, gue ketambahan banyak kerjaan karena kurang orang dan gak bisa nambah orang karena alasan nano nano. Hmmm, gue rasa-rasanya membutuhkan waktu lebih dari 24 jam sehari untuk menyelesaikan semua kerjaan gue.
Ditambah,
Deadline buku gue, yang udah gue gembor-gemborin, yang udah ngelantur sampe setahun lamanya, yang, membuat editor gue mungkin udah pengen menyambit gue dengan sebonggol batu akik yang lagi ngehits dipake sama remaja-remaja cabelita jaman sekarang. Saking takutnya ditinggal, gue dengan jumawa-nya bernadzar bahwa gue gak akan naik gunung (kurang lebih 3 bulan) sebelum menyelesaikan naskah buku kedua (yang mana nulis sendirian).
HVFT.
Okay, ada lagi, sebagai kontributor baru sebuah website dan kontributor (kayaknya) tetap sebuah majalah, juga tentu aja takes time. Rasanya kepingin jadi ganteng aja.
Pret.
Udah cukup ngeluhnya? Belum. Masih panjang.
Sebagai Bapaknya Komunitas Japen, tentu aja, gue menyediakan tempat untuk berkumpul, berkarya, dalam satu wadah sukarela yang mensukacitakan, serta menyejahterakan anak-anak gue yang ingin melepas rindu satu sama lain. Semenjak bersama mereka, gue kayaknya, yang udah terbiasa sendiri kemana-mana, jadi agak gimana gitu kalau sendirian lagi. Walhasil, kosan tercinta, berubah menjadi lokasi sementara BASECAMP: Japen Camp.
Keaktivan Basecamp semakin menjadi, terutama ketika koor membahas kopdar dan juga JapenMagz membahas deadline majalah yang kian rumit. Hasilnya? Gue diusir dari kosan. Alasannya? Gue ngabisin listrik dan mengundang teman-teman yang memakai fasilitas kosan yang tidak ditujukan untuk mereka.
Tanggapan gue?
TENTU SAJA GERAM!!
....dan galau.
Bukan, bukan sama anak Japen yang unyu-unyu itu, tapi sama bapak kosan. Hellaw. HELL to the AW! HELLLAAAAWWW!!!!
Gue udah 3 tahun tinggal di kosan keparat itu dan menjadi anak super baik-baik, rajin menyapu serta beres-beres kamar, seringnya menghilang karena mendaki gunung hampir tiap minggu, ya minimal sebulan sekali lah.... TAPI MASIH DIBILANG NGABISIN LISTRIK! Ah... Gue bayarin juga nih listriknya!
Pas gue berdebat soal itu, bapak bermulut comel itu bilang: "Gini deh, saya gak mau berdebat sama kamu, kamu kalau mau ikutan aturan saya, silahkan tinggal, kalo gak, silahkan cari kosan lain!"
Berhubung gue sabar, mulut gue malah minta maaf. Tapi mulut sama hati, biasa berkata tak senada kan? Jadi hati gue bilang, dengan nada nyinyir: "Fine, emangnya lo doang yang punya kosan di muka bumi ini? Hiek. huek. cuih. Gue pindah, bhay!"
Hari berikutnya setelah diusir, gue langsung pindahan dalam diam. Kaget kaget dah tuh bapak kosan bomat bodo amat.
Kemudian gue tinggal di sebuah kontrakan yang berada di sebuah kampung gak jauh dari kosan gue. Lokasinya strategis. Depan masjid. Pokoknya bisa bikin mulut, jempol, atau titit gue lebih syariah dari biasanya. Seperti, solat berjamaah. Tapi baru 5 hari tinggal, gue diusir lagi, dengan alasan, banyak anak Japen yang nginep dan mereka belum siap kalau kontrakannya jadi Basecamp...
YATUHAN PADAHAL GUE JUGA GAK PERNAH TERIAK-TERIAK DI KONTRAKAN....
Mana diusirnya pas gue lagi sangat kelelahan sehingga tertidur pulas trus dibangunin padahal gue lagi ada deadline buat Penunggu Puncak Ancala 2 (nantinya namanya bukan ini, sih). Selain kepala gue mau petjah, gue juga pengen nangis banget. Kalut. Kangen sama Ibu kalo kayak gini....
Tapi, sebagai lelaki dewasa beranak (orang) banyak, gue berpikir cara terbaik untuk lepas dari kondisi ini. Akhirnya.... gue memilih apartemen sebagai pelabuhan terakhir tempat tinggal baru gue. Dengan harga yang cukup fantastis, 4x lipat harga bulanan kosan gue. Kepala gue udah gak petjah lagi, tapi ambyar.
Resiko ini sepadan dengan kebebasan yang gue dapatkan untuk taman bermain anak-anak Japen Komunitas juga JapenMagz. Sepertinya, memang perlu sedikit pengorbanan untuk apa yang sudah gue bangun dengan cinta, kan?
Gue kayak... gini banget ya cobaan gue akhir-akhir ini. Kalau gak kuat, mungkin gue udah memilih gantung diri pake kolor kendor warna biru kesayangan gue. Mati dalam kondisi menjijikan dan bau pesing. Ich.
Tapi katanya, ini adalah saat dimana ketangguhan gue diuji, pantaskah gue jadi orang sukses apa gak. Chapeque sih, tapi gue yakin, gue bisa menjadi seperti apa yang orang-orang ramalkan di luar sana. Menjadi ganteng, misalnya.
Gue kayak... gini banget ya cobaan gue akhir-akhir ini. Kalau gak kuat, mungkin gue udah memilih gantung diri pake kolor kendor warna biru kesayangan gue. Mati dalam kondisi menjijikan dan bau pesing. Ich.
Tapi katanya, ini adalah saat dimana ketangguhan gue diuji, pantaskah gue jadi orang sukses apa gak. Chapeque sih, tapi gue yakin, gue bisa menjadi seperti apa yang orang-orang ramalkan di luar sana. Menjadi ganteng, misalnya.
Udah cukup ngeluhnya? Udah.
Tiba-tiba saja datang tawaran wawancara soal Jalan Pendaki dari Koran Sinar Harapan, yang, ternyata gak ada hubungan apa-apa sama Sinar Jaya. Dapet duit? Engga. Tapi gue cukup bangga, karena, paling gak, foto belakang gue ada di koran sebagai orang yang punya karya. Bukan sebagai pembunuh, korban begal, maupun headline anak kos diusir bapak kosannya gegara ngabisin listrik.
Gemesh kan foto laptopnya?
Lalu, beruntun, gue dapat undangan lagi untuk diinterview di EL-JOHN Radio Indonesia soal traveling besok Selasa, 17 Februari 2015, jam 18.00-19.00. Dibayar? Gak juga, tujuan gue bukan soal bayaran, tapi soal, kesempatan gue, atas nama Jalan Pendaki, atas nama karya yang udah gue kerjakan selama ini, semakin dinikmati banyak orang. Yang mana, semoga makin membuat banyak orang berbahagia. Minimal ketawa-ketawa gemes lah, kayak tujuan awal gue bikin Jalan Pendaki.
Bukankah sebaik-baiknya karya adalah karya yang membuat orang lain berbahagia?
Ya udah, gitu aja curhatnya.
Gue lagi seneng.
Tapi...
.... bayar apartemen mahal, yes? *nangis 7 hari 7 malam
END.
loading...
0 Komentar Pojok Curhat: 3 Bulan Tanpa Pendakian Gunung
Post a Comment
Kamu Familia dari mana ?